Nama : Asep Saeful Anwar
Nim : 14530061
HAKIKAT DARI YANG SAKRAL
Freud, Durkheim,
dan Marx, sama-sama menerapkan pandangan
fungsional yang sangat luas terhadap agama. Kemudian muncul tokoh yang bernama
Mircae Eliade, yang mengkritik secara keras dan gencar terhadap pandangan
fungsionalis ketiga tokoh di atas. Mircea Eliade dilahirkan di Bucharest
Rumania Prancis pada 9 Maret 1907 dan wafat pada 22 April 1986. Ia adalah
seorang ilmuan lintas budaya yang sangat terkenal. Ia seorang yang
berpengetahuan sangat luas dan juga mempunyai talenta dalam karya tulis fiktif
serta mengabadikan seluruh hidupnya kepada studi perbandingan agama, yang dia
sebut sebagai “Sejarah Agama-agama” (The History of religions). Karya
penting Eliade adalah dua buku yang berjudul Pattern in Comparative Religion
(1949) menjelaskan fungsi simbol dalam agama dan The Myth of Eternal
Return
(1949) yang menerangkan konsep historis, sakralitas waktu dan perbedaan antara agama kuno dengan pemikiran modern. Kemudian, Disertasi doktoralnya yang berjudul Yoga: An Essays on the Origins of Indian Mystical Theology yang dipublikasikan di Prancis pada tahun 1936.
(1949) yang menerangkan konsep historis, sakralitas waktu dan perbedaan antara agama kuno dengan pemikiran modern. Kemudian, Disertasi doktoralnya yang berjudul Yoga: An Essays on the Origins of Indian Mystical Theology yang dipublikasikan di Prancis pada tahun 1936.
Pondasi seluruh bangunan teori Eliade adalah dua ide dalam bentuk
aksioma. Pertama, posisinya yang sangat bersebrangan dengan kaum reduksionis.
Eliade sangat yakin terhadap keindependenan atau keotonoman agama yang
menurutnya tidak hanyadiartikan sebagai produks “realitas yang lain”. Tetapi,
agama harus diposisikan sebagai sesuatu yang konstan (variabel independen).
Sedangkan aspek-aspek kehidupan yang lainnya, seperti sosial, psikkologi, dan
ekonomi, mesti tergantung kepada agama. Sebagai satu elemen dalam kehidupan
manusia, fungsi agama harus dilihat sebagi “sebab” ketimbang “akibat”. Kedua,
metode yang dipakai, yaitu metode fenomenologi. Metode ini memahami agama
dengan studi komparasi tentang bentuk sesuatu atau penampakan yang dimunculkan
sesuatu itu kepada kita. Sesungguhnya setiap bentuk umum dan setiap pola-pola
fenomena yang beranekaragam dari satu agama bisa ditarik keluar dari tempat dan
waktu dimana dia berasal, sehingga bisa dibandingkan dengan agama lain. Tempat
dan waktunya mungkin bisa berbeda, tapi konsep didalamnya selalu sama.
Yang profan adalah bidang kehidupan sehari-hari, yaitu hal-hal yang
dilakukan secara teratur, acak dan sebenarnya tidak terlalu penting. Sedangkan
yang sakral adalah wilayah yang supranatural, sesuatu yang ekstraordinasi,
tidak mudah dilupakan dan sangat penting. Yang profan itu mudah hilang dan
terlupakan, tapi yang sakral itu abadi, penuh substansi, dan realitas. Menurut
Durkheim, yang sakral adalah masalah sosial yang berkaitan dengan individu,
sedangkan yang profan adalah segala sesuatu yang hanya berkaitan dengan
urusan-urusan individu. Sedangkan Eliade ketika berbica yang sakral menganggap
bahwa kepercayaan ini tidak seperti yang dipikirkan Durkheim. Dalam
pandangannya, fokus perhatian agama adalah yang supranatural, sifatnya mudah
dimengerti dan sangat sederhana. Agama terpusat pada dan dari yang sakral,
bukan hanya menggambarkan agama seperti yang dilihat oleh kacamata sosial.
Walaupun Eliade menggunakan bahasa yang berasal dari Durkheim dan dia sepakat
bahwa istilah yang sakral itu lebih baik dari istilah-istilah lain dalam bentuk
Tuhan personal, tapi pandangannya tentang agama lebih dekat kepada Tylor dan
Frazer yang lebih dahulu mendefinisikan agama sebagai kepercayaan terhadap
kekuatan supranatural.
Rudolf Otto (Jerman) adalah seorang ilmuan, ahli teologi dan
sejarah agama. Ia adalah pembimbing Eliade. Di tahun 1916 ia mempublikasikan
karyanya yang sangat terkenal yang berjudul The Idea of Holy (versi
Jerman: Das Heillege). Dalam buku ini, Otto juga mempergunakan konsep
yang sakral, tapi tidak diterapkan dalam konteks sosial. Menurutnya, manusa
sangat terpukau oleh satu realitas yang sama sekali berbeda dengan diri mereka
sendiri, yaitu sesuatu yang misterius, mengagumkan, dahsyat, dan sangat
indah. Hal itu adalah pengalaman tentang
“Yang Suci” (The Holy), satu perjumpaan dengan yang sakral. Konsep
Eliade yang sakral sangat dipengaruhi oleh kensep Otto. Eliade mengatakan bahwa
dalam perjumpaan yang sakral, seseorang merasa disentuh oleh sesuatu yang
nir-duniawi.
Dalam buku The Sacred and
The Profane, Eliade menggunakan contoh-contoh dari berbagai kebudayaan untuk
menunjukkan bagaimana masyarakat tradisional dalam menerapkan model-model
ilahiah. Otoritas yang sakral mengatur semua kehidupan. Misalnya dalam
membangun perkampungan baru. Biasanya titik pusat yang sakral dari kosmos ini
ditandai dengan sebuah pancang, tiang, atau benda-benda lain yang menancap ke
tanah dan menjulang ke langit. Kemudian bukunya yang berjudul Paterns in
Comparative Religion. Paterns adalah sebuah buku yang memuat penjelasan
panjang lebar dan eksplorasi mendalam dari simbol-simbol religius. Buku ini
mencoba memaparkan asal-usul pemikiran tentang simbol, apa itu simbol,
bagaimana cara kerjanya, dan kenapa masyarakat arkhais mempergunakan simbol
tersebut.
Ingin keluar dari sejarah dan selalu berada dalam yang sakral,
Eliade mengistilahkan ini dengan “nostalgia surga firdaus”. Konsep ini tertuang
dalam karyanya sebuah buku yang berjudul The Myth of the EtenalReturn: Or,
Cosmos and History. Para kritikus dan Eliade sendiri mengangap buku ini
adalah karya yang sangat penting. Dalam buku ini dia mengajukan tesis hebat,
yaitu bahwa semua pemikiran masyarakat arkhais merupakan dorongan untuk
mengakhiri sejarah, yakni seluruh sejarah dan ingin kembali pada satu titik
nir-waktu ketika seisi dunia mulai diciptakan. Eliade berpendapat bahwa kita
harus memperhatikan motivasi apa yang ada di balik mitos “kembali” (return) ini.
Dia menjelaskan bahwa masyarakat arkhais, seperti masyarakat lain, tidak hanya
dipengaruhi oleh misteri kematian, tapi juga meyakini kehidupan ini tidak punya
tujuan dan arti sama sekali. Mereka menginginkan sesuatu yang punya arti,
kekal, indah dan sempurna. Sebagaimana mereka juga ingin lari dari ketakutan.
sumber: Danilel L. Pals, “Hakikat Yang Sakral” dalam, seven
theories of religion, h. 225-280.